Minang/Kabau?
Minangkabau adalah sebuah etnis asli Indonesia yang berasal dari provinsi Sumatera Barat. Suku Minangkabau juga dikenal dengan sebutan suku Minang.
- Nama Minangkabau berasal dari desa di Kecamatan Sungayang, Tanah Datar, Sumatera Barat.
- Ada beberapa pendapat mengenai asal usul nama Minangkabau, di antaranya “Minanga Tamwan”, “Pinang Khabu”, “Minanga Kanvar”, dan “Manang Kabau”.
- Nama Minangkabau pertama kali disebut sebagai Minanga Tamwan pada prasasti Kedukan Bukit yang berasal dari abad ke-7.
Suku Minangkabau berasal dari percampuran bangsa Melayu Tua dan Melayu Muda, serta ras Deutro Melayu.
- Bangsa Melayu Tua datang pada zaman Neolitikum, sedangkan Melayu Muda datang pada zaman perunggu.
- Kedua bangsa ini berkerabat dengan bangsa Austronesia.
-
- Ras Deutro Melayu berasal dari Teluk Tonkin (Vietnam Utara) sekitar tahun 500 SM.
- Mereka membawa kebudayaan Dongson (logam dan perunggu).
- Nama Minangkabau berasal dari kata “minang” yang artinya menang dan “kabau” yang artinya kerbau.
- Nama ini diambil dari legenda tentang adu kerbau antara masyarakat setempat dengan pasukan Majapahit.
- Suku Minangkabau terdiri dari beberapa suku, di antaranya Koto Piliang, Bodi Chaniago, Tanjuang, Guci, Simabur, Sikumbang, Jambak, dan Malayu.
- Suku Minangkabau terkenal dengan budaya rantau, kuliner pedas, dan adat istiadat yang kental.
- Suku Minangkabau memiliki budaya yang unik, dengan orang Minang yang terkenal dengan kesuksesannya di kuliner dan bisnis.
- Suku Minangkabau menganut sistem matrilineal, yang artinya garis keturunan berasal dari pihak wanita.
- Bahasa Minangkabau banyak memberikan sumbangan terhadap kosakata Bahasa Indonesia.
Adat Minangkabau adalah peraturan dan tata cara yang berlaku dalam kehidupan masyarakat Minangkabau, terutama di Sumatera Barat. Adat ini bertujuan untuk membentuk individu yang berbudi luhur, berbudaya, dan beradab.
Beberapa tradisi dan adat Minangkabau, di antaranya:-
- Batagak penghulu: Setiap suku di Minangkabau memiliki penghulu suku atau disebut Datuak
- Balimau: Tradisi mandi membersihkan diri yang dilakukan menjelang bulan Ramadhan
- Merantau: Tradisi yang biasa dilakukan oleh laki-laki, terkait dengan sistem matrilineal di Minangkabau
- Batagak penghulu: Setiap suku di Minangkabau memiliki penghulu suku atau disebut Datuak
- Iduik bajaso: Konsep hidup yang bermanfaat bagi orang lain dan hubungan dengan pencipta terjalin dengan baik
- Silek: Seni bela diri tradisional khas suku Minangkabau
- Randai: Tarian yang bercampur dengan silek, biasanya diiringi oleh nyanyian atau disebut juga dengan sijobang
Selain itu, masyarakat Minangkabau juga menonjol dalam seni berkata-kata, seperti pasambahan (persembahan), indang, dan salawat dulang.
Salah satu keunikan utama suku Minangkabau adalah sistem kekerabatan matrilinealnya. Dalam sistem ini, garis keturunan dan pewarisan harta pusaka didasarkan pada garis ibu.Legenda MinangkabauAsal-usul nama MinangkabauAsal-usul nama Minangkabau berasal dari perselisihan yang terjadi antara penduduk di wilayah Sumatera Barat dengan penguasa dari Jawa. Dikisahkan ada seorang rakyat Sumatera Barat bernama Catri Bilang Pandai yang melakukan pelayaran bersama dengan Sri Maharaja Diraja. Rempah di Dapur Tionghoa Setelah lama berlayar, Maharaja melihat sebuah gunung berapi. Maharaja mendapatkan kabar dari orang-orang sekitar bahwa daerah di gunung berapi itu merupakan wilayah yang subur. Maharaja kemudian memerintahkan nahkodanya untuk merapatkan kapal ke dekat gunung berapi itu.Selesainya kapal berlabuh, mereka menetap di suatu lembah yang ada telaga air panasnya. Tempat tersebut kemudian diberi nama Desa Pariangan. Sampai saat ini Desa Pariangan itu masih ada, terletak tidak jauh dari Padang panjang, Sumatera Barat. Seiring berjalannya waktu, Maharaja berhasil menguasai daerah di gunung berapi itu. Bahkan setelah Maharaja wafat, kerajaan yang dipimpin oleh dua datuk, yaitu Datuk Katumanggungan dan Datuk Parpatih, itu berhasil memperluas wilayah kerajaan. Penduduknya juga lama-kelamaan semakin banyak. Mereka semua hidup sejahtera dan makmur.Suatu hari, sang Raja Jawa datang bersama dengan ribuan pasukannya. Mereka ingin mengambil alih kerajaan di Padangpanjang. Kedua datuk pun merasa khawatir setelah melihat jumlah pasukan yang dibawa Raja Jawa. Mereka lalu berunding dengan Catri Bilang Pandai. Menurut Catri Bilang Pandai, cara untuk menghadapi orang dengan kekuatan besar adalah dengan kecerdikan. Catri pun memutuskan menemui Raja Jawa. Dengan mengatasnamakan rakyat Sumatera Barat, Catri mengatakan kepada Raja Jawa bahwa menurut rakyat Sumatera Barat, makhluk yang suka berperang atau berkelahi adalah hewan, bukan manusia.Catri kemudian mengusulkan kepada Raja Jawa untuk mengadu hewan mereka, yaitu kerbau. Raja Jawa mengeluarkan kerbau besar yang sangat kuat dan menyeramkan. Ekornya mengibas-ngibas, siap untuk menyerang siapa saja. Berbeda dengan kerbau milik Catri dan Datuk, yang hanya berukuran kecil. Pada bagian hidungnya diikat sebuah taji, yaitu bagian tajam pada kaki ayam yang sudah diasah hingga lancip. Supaya dapat menang, Datuk dan Catri sengaja mengeluarkan kerbau mereka belakangan setelah kerbau milik Raja Jawa tampak kelelahan. Benar saja, begitu kerbau besar sedang bersantai sembari menyantap rumput, si anak kerbau segera dikeluarkan. Anak kerbau langsung mendekati dan menyeruduk si kerbau besar, karena ia mengira kerbau itu adalah induknya. Akan tetapi, karena pada bagian hidung si anak kerbau sudah dipasang taji, terlukalah si kerbau besar, yang menandakan Raja Jawa kalah. Semua orang Sumatera Barat pun bersorak sorai atas kemenangan mereka. Berawal dari situlah, daerah tersebut kemudian diberi nama Minangkabau, yang berarti kerbau menang. (Artikel di ambil dari Kompas.com dengan judul “Asal-usul Nama Minangkabau, Berawal dari Adu Kerbau”,)
Dari penjelasan diatas dan legenda asal – usul Minangkabau telah tampak bagaimana kehidupan orang minang dulu untuk menciptakan kehidupan yang beradab dari adat-adat yang di bangun oleh leluhur terdahulu. Dan dari legenda asal-usul Minangkabau tampak dengan jelas kecerdikan orang-orang minang dalam menghadapi situasi dan memecahkan masalah.
Orang Minangkabau terkenal dengan adab berbicara yang baik, yang d sebut dengan “KATO NAN AMPEK” dimana kato nan ampek ini adalah:1. Kato Mandaki
Cara bertutur kata pertama yang diatur dalam kato nan ampek adalah kato mandaki.
Secara harfiah, kato mandaki bisa diterjemahkan sebagai kata mendaki.
Artinya, cara ini digunakan untuk bertutur kata kepada orang yang lebih tua atau dituakan, seperti orang tua, kakek dan nenek, hingga guru.
Hal yang digaris bawahi dalam penerapan kato mandaki adalah penggunaan tutur kata yang penuh dengan etika kesopanan, serta menunjukkan rasa hormat kepada orang yang lebih tua.
2. Kato Manurun
Kato manurun (kata menurun) merupakan kebalikan dari penerapan kato mandaki.
Cara bertutur kata yang satu ini biasanya digunakan ketika berbicara kepada orang yang lebih muda, seperti orang tua ke anak, guru ke murid, atau kakak kepada adiknya.
Kato manurun biasanya diterapkan dengan menggunakan tutur kata yang penuh kelembutan dan kasih sayang, agar lawan bicara yang lebih muda bisa nyaman ketika berkomunikasi dengan kita.
3. Kato Mandata
Kato mandata (kata mendatar) merupakan cara bertutur kata terhadap teman sebaya yang berusia sama atau sepantaran.
Bisa dibilang, kato mandata merupakan bahasa sehari-hari yang bisa ditemui ketika kita sedang berkumpul bersama teman-teman lainnya.
Penerapan kato mandata ketika bertutur kata biasanya memunculkan komunikasi yang penuh rasa persahabatan, saling mendukung, kegembiraan, dan fleksibel tergantung situasi antar sesama.
Penggunaan kato mandata ini diharapkan bisa semakin merekatkan hubungan antara seseorang dengan teman-teman terdekatnya, tanpa perlu melukai perasaan satu sama lain.
4. Kato Malereang
Cara bertutur kata terakhir yang diatur dalam kato nan ampek adalah kato malereang (kata melereng).
Kato malereang adalah cara berkomunikasi khusus yang digunakan seseorang ketika berbicara kepada sosok yang cukup dihormati, seperti tokoh agama, tokoh adat, dan sejenisnya.
Selain itu, kato malereang biasanya juga digunakan ketika berbicara kepada keluarga yang tidak memiliki hubungan darah secara langsung, seperti mertua, menantu, dan ipar.
Penyampaian komunikasi dalam kato malereang biasanya tidak disampaikan secara langsung begitu saja, tetapi diutarakan dengan menggunakan petatah petitih, seperti kata perumpamaan, kiasan, maupun sindiran.
Hal ini bertujuan agar lawan bicara tidak tersinggung dengan perkataan yang disampaikan ketika berkomunikasi dengan dirinya.(https://www.goodnewsfromindonesia.id/2023/10/12/kato-nan-ampek-cara-bertutur-kata-dalam-budaya-minangkabau)
Seiring perkembangan zaman dan akibat dari perubahan budaya sosial, bukan hanya masyarakat Minang semua masyarakat kini sudah tidak mengenal lagi yang namanya adab dari berbicara. Sekarang di Minang banyak para pemuda-pemudi bahkan orang tua sekalipun yang tidak lagi mengajarkan atau menanamkan kato nan ampek. Suku Minang dulu terkenal dengan adab berpakaian perempuan yang tertutup dan sopan, namun sekarang karena pengaruh dari globalisasi banyak yang berpakaian tetapi seperti tidak berpakaian. Dahulu gadis Minang mempunyai rasa malu dalam berhadapan dengan lelaki yang bukan muhrimnya, tetapi sekarang sudah berani dan merasa bangga bertemu dengan lelaki yang bukan muhrimnya baik di tempat yang ramai, sepi, siang dan malam. Tindakan Ini pun terkadang di izinkan oleh orang tuanya . Naudzubillahiminzalik!
Pada era Gen Z banyak orang Minang, yang umumnya pemuda-pemudi minang tidak lagi tahu dengan sopan santun terhadap anak yang lebih kecil, sesama teman, guru bahkan orang tua sekalipun. Tindakan ini hendaknya di putuskan dari sekarang! Dan bentuk kembali adab orang minang yang selalu tau dengan tatakrama, cerdik dalam mengatasi masalah, Matang dalam melakukan tindakan! Kami Rindu MINANGKABAU yang dulu. Bukan Minang/Kabau?!
-
- Bahasa Minangkabau banyak memberikan sumbangan terhadap kosakata Bahasa Indonesia.