Aku Bangga Menjadi Santri

Tulisan Guru128 Dilihat
Menjadi santri adalah sebuah kehormatan. Di tengah arus modernisasi dan derasnya gelombang globalisasi, santri hadir sebagai penjaga nilai, pewaris ilmu, dan penerus perjuangan ulama. Santri bukan sekadar sebutan bagi mereka yang belajar di pondok pesantren, tetapi sebuah identitas yang sarat dengan makna: kesederhanaan, keikhlasan, dan semangat mencari ridha Allah dalam setiap langkah kehidupan.

Sejak pertama kali aku melangkahkan kaki di pesantren, aku menyadari bahwa kehidupan di sana bukan hanya tentang belajar kitab kuning atau menghafal matan. Pesantren mengajarkan arti perjuangan dan kemandirian. Kami, para santri, bangun sebelum fajar, membersihkan lingkungan, lalu bergegas ke masjid untuk shalat berjamaah. Dari disiplin itu, kami belajar arti tanggung jawab. Dari doa-doa yang lirih di keheningan malam, kami memahami makna ketulusan dan harapan.

Santri ditempa bukan hanya dengan ilmu, tetapi juga dengan akhlak. Di pesantren, setiap ucapan dan tindakan diajarkan untuk berlandaskan adab. Kami diajarkan untuk menghormati guru, menyayangi sesama, dan merendahkan hati di hadapan ilmu. Tradisi ta’dzim kepada Buya dan Ummi, Kiyai dan Nyai, Ustadz/Ustadzah bukanlah bentuk ketundukan buta, tetapi wujud penghormatan terhadap sumber ilmu dan spiritualitas. Inilah yang membuat pesantren tetap kokoh berdiri di tengah perubahan zaman: karena ia berakar pada nilai dan berbuah pada akhlak.

Aku bangga menjadi santri, karena dari pesantrenlah lahir banyak pejuang bangsa. Dari para santrilah muncul ulama, pendidik, pemimpin, dan tokoh yang membawa cahaya bagi umat. Sejarah mencatat, pesantren bukan hanya lembaga pendidikan agama, melainkan juga pusat pergerakan kemerdekaan dan kebangkitan nasional. Santri tidak hanya berjuang dengan pena dan kitab, tetapi juga dengan semangat cinta tanah air yang membara. Maka tak heran, tanggal 22 Oktober kini ditetapkan sebagai Hari Santri Nasional — bentuk pengakuan atas kontribusi besar santri bagi negeri.

Menjadi santri berarti siap menghadapi kerasnya kehidupan dengan hati yang lembut. Kami belajar hidup sederhana, jauh dari kemewahan, namun kaya dengan kebersamaan. Kami terbiasa makan seadanya, tidur beralaskan tikar, dan mencuci pakaian sendiri. Tapi dari sanalah tumbuh rasa syukur dan ketangguhan yang tak bisa dibeli oleh gemerlap dunia. Santri diajarkan bahwa kebahagiaan sejati tidak terletak pada harta, melainkan pada keberkahan ilmu dan ketenangan hati.

Kini, saat dunia semakin terbuka dan teknologi merambah ke setiap sudut kehidupan, santri pun harus siap menjadi bagian dari perubahan. Santri masa kini tidak boleh hanya pandai membaca kitab, tapi juga harus mampu membaca zaman. Dengan bekal nilai-nilai pesantren, santri dapat menjadi dokter yang berakhlak, guru yang penuh kasih, pemimpin yang amanah, dan inovator yang tetap berjiwa tawadhu. Santri modern harus bisa menggabungkan fikrah salimah (pemikiran yang benar) dengan harakah muwazzanah (gerakan yang seimbang).

Aku bangga menjadi santri karena dari pesantren aku belajar mengenal diriku sendiri. Di tempat inilah aku menemukan arti kesabaran, arti perjuangan, dan arti pengabdian. Pesantren telah membentukku menjadi pribadi yang tidak hanya mencari ilmu untuk diri sendiri, tetapi juga untuk kemaslahatan umat. Menjadi santri adalah pilihan untuk menjadi bagian dari mata rantai kebaikan yang tak pernah putus sejak zaman para ulama terdahulu.

Bagi sebagian orang, mungkin kehidupan santri terlihat sederhana dan jauh dari kemewahan. Namun di balik kesederhanaan itu tersimpan kekayaan batin yang luar biasa. Setiap adzan yang menggema, setiap doa yang dipanjatkan, setiap langkah menuju majelis ilmu — semuanya adalah perjalanan menuju keberkahan. Dan dari sanalah muncul kebanggaan yang sesungguhnya: kebanggaan menjadi santri, pejuang ilmu dan penjaga moral bangsa.

Aku bangga menjadi santri. Karena di pesantren, aku belajar untuk tidak hanya menjadi orang pintar, tetapi menjadi orang yang bermanfaat. Aku belajar untuk tidak hanya menguasai ilmu, tetapi juga dikuasai oleh akhlak. Aku belajar untuk tidak hanya mencari sukses di dunia, tetapi juga selamat di akhirat.

Santri adalah lentera peradaban. Dan selama masih ada santri, cahaya Islam akan terus bersinar di bumi Indonesia tercinta.

Selamat Hari Santri Nasional 22 Oktober 2025
“Anifal Ardi”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *